Jumat, 21 Maret 2014

ASKEP REMATIK PADA LANSIA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada muskulosketal sering dinamakan rematik. Kondisi ini banyak terjadi pada lansia. Namun pada umumnya masyarakat belum mengerti tentang pengertian, tanda gejala, penyebab serta penanganan rematik. Maka sudah menjadi tugas kita untuk memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat.
Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan pendidikan kesehatan sehingga hasilnya ias seperti yang kita harapkan.
1.2  Tujuan
  1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan pasien lansia dapat mengenal dan mengetahui tentang rematik
  1. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan di harapkan pasien lansia dapat :
 Menjelaskan tentang pengertian rematik
 Menjelaskan tanda dan gejala rematik
 Mengetahui penyebab rematik dan proses terjadinya rematik
 Menjelaskan tentang pencegahan rematik
 Menjelaskan perawatan dan pengobatan rematik





BAB 2
KONSEP DASAR TEORI

2.1  KONSEP DASAR LANSIA
2.1.1        Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
2.1.2        Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
2.      Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
3.      Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).

2.1.3        Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
1.      Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3.      Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4.      Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5.      Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.1.4        Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
1.      Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2.      Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
3.      Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4.      Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5.      Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
2.1.5        Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1.      Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2.      Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3.      Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4.      Mempersiapkan kehidupan baru.
5.      Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
6.      Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).

2.2  KONSEP DASAR REUMATIK
2.2.1        Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman, 2000).
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001)
2.2.2        Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
1.      Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.
2.      Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3.      Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
4.      Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
5.      Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
6.      Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7.      Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis paha pada usia muda.


8.      Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
2.2.3        Jenis Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
1.      Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:
2.      Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
3.      Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
4.      Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) . Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
5.      Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:
a.       Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.



b.      Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
c.       Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
d.      Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.
e.       Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.
f.       Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan kaki.
g.      Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.
2.2.4        Manifestasi klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi.
      Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;
1.      Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.
2.      Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3.      Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
4.      Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
5.      Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar.


6.      Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).
2.2.5        Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

2.2.6        Pathway

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCQ8ZQqSBuqwESiYj6ghV-K1hcHzLK2SH9zjHYyQ3e1oBYJjqA2mliwFPKNId3NIPdkwhb4tH7ujxLNVBMcd4Un7nzEn3qB8GhtlaSMmQRvS3QUT8vHAZHtGnokRc4y-kAMrB8Orb-jdn3/s1600/rt.JPG

2.2.7        Pemeriksaan penunjang
1.      Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2.      Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3.      Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
4.      Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
5.      Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
6.      Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7.      Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
2.2.8        Penatalaksanaan
1.      Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis
2.      Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
3.      Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
4.      Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
5.      Dukungan psikososial
6.      Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat
7.      Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
8.      Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
9.      Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
10.  Diet rendah purin:
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita osteoartritis:
Golongan bahan makanan
Makanan yang boleh diberikan
Makanan yang tidak boleh diberikan
Karbohidrat
Protein hewani




Protein nabati


Lemak

Sayuran






Buah-buahan

Minuman

Bumbu, dll
Semua
Daging atau ayam, ikan tongkol, bandeng 50 gr/hari, telur, susu, keju


Kacang-kacangan kering 25 gr atau tahu, tempe, oncom
Minyak dalam jumlah terbatas.
Semua sayuran sekehendak kecuali: asparagus, kacang polong, kacang buncis, kembang kol, bayam, jamur maksimum 50 gr sehari
Semua macam buah

Teh, kopi, minuman yang
mengandung soda
Semua macam bumbu
Sardin, kerang, jantung, hati, usus, limpa, paru-paru, otak, ekstrak daging/ kaldu, bebek, angsa, burung.



Asparagus, kacang polong, kacang buncis, kembang kol, bayam, jamur maksimum 50 gr sehari


-

Alkohol

Ragi



















2.2.9        Komplikasi
1.      Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2.      Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3.      Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
4.      Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk  menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

2.3  KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMATOID ATRITIS
2.3.1        Pengkajian
1.      Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2.      Riwayat Kesehatan
a.       Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b.      Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.



3.      Pemeriksaan fisik
a.       Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b.      Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1)        Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2)        Catat bila ada krepitasi
3)        Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4)        Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
c.       Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
d.      Ukur kekuatan otot
e.       Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
f.       Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4.      Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
5.      Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
6.      Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
7.      Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah

Tanda : Penurunan berat badan\
Kekeringan pada membran mukosa.
8.      Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
9.      Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
10.  Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
11.  Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
12.  Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
13.  Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
2.3.2        Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2.      Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3.      Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
2.3.3        Intervensi keperawatan
1.      Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a.       Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b.      Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
c.       Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d.      Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi
Rasional
a.     Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yangmempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
b.     Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan





c.     Tempatkan/ pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.



d.    Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak
e.     Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
a.     Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program


b.     Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c.     Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
d.    Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi

e.     Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a.       Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
b.      Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
c.       Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi
Rasional
a.    Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
b.    Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu
c.    Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan




d.   Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas,


e.    Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
a.    Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
b.    Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan

c.    Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
d.   Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
e.    Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor

3.      Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
a.       Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
b.      Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi
Rasional
a.    Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan

b.    Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
c.    Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.


d.   Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan

e.    Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan

f.     Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
a.     Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
b.     Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut
c.     Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri
d.    Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi
e.     Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut
f.      Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri

4.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
a.       Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
b.      Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
c.       Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi
Rasional
a.    Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi
b.    Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan
c.    Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan
d.   Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.






e.    Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya.
a.    Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini
b.    Mendukung kemandirian fisik/emosional

c.    Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri
d.   Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran
e.    Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual

2.3.4        Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).
2.3.5        Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, A.A.A, 2008).










DAFTAR PUSTAKA



Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta. 2011

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta. 2010

Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006

Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011