BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan
kaku pada muskulosketal sering dinamakan rematik. Kondisi ini banyak terjadi
pada lansia. Namun pada umumnya masyarakat belum mengerti tentang pengertian,
tanda gejala, penyebab serta penanganan rematik. Maka sudah menjadi tugas kita
untuk memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat.
Satuan acara pembelajaran ini disusun
sebagai pedoman dalam memberikan pendidikan kesehatan sehingga hasilnya ias
seperti yang kita harapkan.
1.2 Tujuan
- Tujuan Intruksional Umum
Setelah
dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan pasien
lansia dapat mengenal
dan mengetahui tentang rematik
- Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali
pertemuan di harapkan pasien lansia dapat :
Menjelaskan
tentang pengertian rematik
Menjelaskan
tanda dan gejala rematik
Mengetahui penyebab rematik dan proses terjadinya rematik
Menjelaskan
tentang pencegahan rematik
Menjelaskan perawatan dan pengobatan rematik
BAB 2
KONSEP DASAR TEORI
2.1
KONSEP
DASAR LANSIA
2.1.1
Pengertian
Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun,
biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua
(Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak
dapat dihindari, berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes
RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan
sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut
pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
2.1.2
Karakteristik
Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam
(2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai
dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
2.
Kebutuhan dan masalah yang
bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial
sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
3.
Lingkungan tempat tinggal yang
bervariasi (Maryam, 2008).
2.1.3
Klasifikasi
Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima
klasifikasi pada lansia.
1.
Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59
tahun.
2.
Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih.
3.
Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).
4.
Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
5.
Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.1.4
Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman
pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol
antara lain:
1.
Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah
pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2.
Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti
kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan
teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
3.
Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami
konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan
kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
4.
Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan
menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”),
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5.
Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
2.1.5
Tugas
Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi
atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh
proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia
adalah sebagai berikut :
1.
Mempersiapkan diri untuk kondisi
yang menurun.
2.
Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3.
Membentuk hubungan baik dengan orang
seusianya.
4.
Mempersiapkan kehidupan baru.
5.
Melakukan penyesuaian terhadap
kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
6.
Mempersiapkan diri untuk kematiannya
dan kematian pasangan (Maryam, 2008).
2.2
KONSEP DASAR
REUMATIK
2.2.1
Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non-
bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi
serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi, hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik
yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari
kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya
umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik
kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi
inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi
dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang
terutama mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane
C. Baughman, 2000).
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi
kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh
organ tubuh (Arif Mansjour, 2001)
2.2.2
Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak
diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
1. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua
faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada
osteoartritis.
2. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita
lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara
pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause)
frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Suku bangsa
Nampak
perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini
mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
4. Genetik
Hal ini
terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4
memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat
badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya
berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan,
tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
Olehkarena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya
beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada
timbulnya kaitan tersebut.
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan
berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan
cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan
kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis
paha pada usia muda.
8. Kepadatan tulang
Tingginya
kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis.
Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu
mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya
tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
2.2.3
Jenis
Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
1. Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik
yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler).
Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:
2. Artritis Reumatoid
Merupakan
penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar
diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di
luar persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan
kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya
mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses
sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang
mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya,
terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris
(terjadi pada kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun
semuanya belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan
genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus
Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres
yang berat, seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri,
kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi, hancurnya perusahaan
yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis membran sinovial mengalami
pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang
menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut.
Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut
panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin merangsang
peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan akan
merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
3. Osteoatritis
Adalah
sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui,
namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang
sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan
akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum,
kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian
(periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang
ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan
sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor
risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari
40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan
dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga, kelainan
pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
4. Atritis Gout
Penyakit
ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) .
Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif.
Namun bila diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini
timbul akibat kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal
ini menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut.
Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga
berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat
atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari
tubuh. Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi
asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang
tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat
(asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk
protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit
sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin
B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis),
kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan
metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan
menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
5. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan
golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar
sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar
sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering
ditemukan yaitu:
a. Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang
tubuh dan anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh
perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
b. Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri
lokal di tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung
pembungkus tendon.
c. Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada
tulang. Entesis ini dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati.
Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya secara berlebihan,
degenerasi, atau radang sendi.
d. Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan
tendon atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik
gout dan pseudogout.
e. Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan
proses degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan
fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri
maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat proses peradangan sendi, tumor,
kelainan metabolik dan fraktur.
f. Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang
pernah mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan
sakroiliaka) Yang
dapat menjalar ke tungkai dan kaki.
g. Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di
pangkal lengan atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan
bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau digerakkan
kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.
2.2.4
Manifestasi
klinis
Gejala
utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya
jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul
belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan
gerakan yang lain.
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan
pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah
immobilisasi, seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit.
5. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut
atau tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar.
6. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit,
lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan
fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
yang umumnya tua (lansia).
2.2.5
Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi
sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi
selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus
masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi
nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan
tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang
bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon
dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.
Lamanya
arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama
yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan
menjadi kronis yang progresif.
2.2.6
Pathway
2.2.7
Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X dari
sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi,
dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2. Scan
radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3. Artroskopi
Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi
tulang pada sendi
4. Aspirasi
cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan
komplemen (C3 dan C4).
5. Biopsi
membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
6. Pemeriksaan
cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7. Kriteria
diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris
yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau
gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
2.2.8
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya
bersifat simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses
patologis
2. Istirahatkan sendi yang sakit,
dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
3. Mandi dengan air hangat untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Lingkungan yang aman untuk
melindungi dari cedera
5. Dukungan psikososial
6. Fisioterapi dengan pemakaian panas
dan dingin, serta program latihan yang tepat
7. Diet untuk menurunkan berat badan
dapat mengurangi timbulnya keluhan
8. Kompres dengan es saat kaki bengkak
dan kompres air hangat saat nyeri
9. Konsumsi makanan yang mengandung
protein dan Vitamin
10. Diet rendah purin:
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi
pembentukan asam urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan
mempertahankannya dalam batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak
boleh diberikan pada penderita osteoartritis:
Golongan
bahan makanan
|
Makanan
yang boleh diberikan
|
Makanan
yang tidak boleh diberikan
|
Karbohidrat
Protein
hewani
Protein
nabati
Lemak
Sayuran
Buah-buahan
Minuman
Bumbu,
dll
|
Semua
Daging
atau ayam, ikan tongkol, bandeng 50 gr/hari, telur, susu, keju
Kacang-kacangan
kering 25 gr atau tahu, tempe, oncom
Minyak
dalam jumlah terbatas.
Semua
sayuran sekehendak kecuali: asparagus, kacang polong, kacang buncis, kembang
kol, bayam, jamur maksimum 50 gr sehari
Semua
macam buah
Teh,
kopi, minuman yang
mengandung
soda
Semua
macam bumbu
|
–
Sardin,
kerang, jantung, hati, usus, limpa, paru-paru, otak, ekstrak daging/ kaldu,
bebek, angsa, burung.
–
–
Asparagus,
kacang polong, kacang buncis, kembang kol, bayam, jamur maksimum 50 gr sehari
-
Alkohol
Ragi
|
2.2.9
Komplikasi
1. Dapat
menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot
dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada
pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh
darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
4. Terjadi
splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa
membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan
meningkat.
2.3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
REMATOID ATRITIS
2.3.1
Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan,
penanggung jawab.Data dasar
pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan
pada tangan, atau pada tungkai.
b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa
periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada
sendi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian
untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya
kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of
mation pada sendi-sendi sinovial
1)
Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2)
Catat bila ada krepitasi
3)
Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4)
Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara
bilateral
c. Catat bia ada atrofi, tonus yang
berkurang
d. Ukur kekuatan otot
e. Kaji tingkat nyeri, derajat dan
mulainya
f. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi;
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda :
Malaise
Keterbatasan
rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
5. Kardiovaskuler
Gejala :
Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
6. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor
stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor
hubungan.
Keputusan
dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang
lain).
7. Makanan/ cairan
Gejala ;
Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual,
anoreksia
Kesulitan
untuk mengunyah
Tanda :
Penurunan berat badan\
Kekeringan
pada membran mukosa.
8. Hygiene
Gejala :
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
9. Neurosensori
Gejala :
Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala :
Pembengkakan sendi simetris
10. Nyeri/ kenyamanan
Gejala :
Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak
pada sendi).
11. Keamanan
Gejala :
Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
12. Interaksi social
Gejala :
Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
13. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang
cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
2.3.2
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri, ketidaknyamanan,
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
2.3.3
Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria
Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program
kontrol nyeri.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
yangmempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace.
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat
tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang
menyentak
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres
sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.
|
a. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program
b. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit.
Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri
c. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada
sendi
d. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan
sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
e. Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
|
2.
Kerusakan
Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri,
ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria
Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi
|
Rasional
|
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur
malam hari yang tidak terganggu
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif
dan isometris jika memungkinkan
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/
bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas,
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
|
a. Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari
peoses inflamasi
b. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
c. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya
aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
d. Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang
tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
e. Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan memerptahankan
posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
|
3.
Gangguan
citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan
untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria
Hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
b. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan
b. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup
sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan.
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
|
a. Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep
dan menghadapinya secara langsung
b. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/
konseling lebih lanjut
c. Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor
pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri
d. Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum
terjadi
e. Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih lanjut
f. Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri
|
4.
Kurang
perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria
Hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan
kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi
penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi
b. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi
/rencana untuk modifikasi lingkungan
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan
evaluasi setelahnya.
|
a. Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang
diperlukan pada keterbatasan saat ini
b. Mendukung kemandirian fisik/emosional
c. Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga
diri
d. Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual.
Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan
pegangan untuk mandi pancuran
e. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat
kemampuan aktual
|
2.3.4
Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan
perawata menerapkan/ melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).
2.3.5
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang
dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai
dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi
dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat,
A.A.A, 2008).
DAFTAR
PUSTAKA
Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1.
Garaha Ilmu. Yogyakarta. 2011
Doenges E
Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta.
2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan
Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta. 2011
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih
Bahasa; Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester.
Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006
Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011